Friday, 13 June 2014

Leader, Observer & Presenter

At this moment, ya.. detik ini juga, gue lagi nongkrongin Lobby kantor gue. Kenapa? Ada insiden yang terjadi pagi ini. Tim gue lagi bikin acara, workshop, dan yang diundang adalah head-head. Head means kepala, kan ya? Sinonim kepala itu ketua kan ya? Atau bisa juga disebut leader kan ya? Iya, bener. Yang diundang adalah para leaders

Tim gue udah beberapa kali ngingetin mereka, by undangan, by email reminder, dan bahkan pagi ini masih harus gue tongkrongin satu-satu buat ngingetin mereka kalo pagi ini, jam 08.30, ada workshop.  
Saat ini, jarum jam pendek undah menunjuk ke angka 9 dan yang berhasil landing di ruangan workshop dengan selamat baru 3 peserta dari 8 peserta yang mengonfirmasi hadir. 37,5% lah itu udahan. Sisanya gimana, Neng? 

Sisanya...
Di ruangannya, kosong. You can guess where they are. Mungkin mereka lelah. 

Yang musti gue highlight disini adalah, they are our leaders here. We did sent the invitation and confirmed their coming one by one but then, on the day, they cant be on time. So sad
Bahkan ada yang ketika dikonfirmasi bilang bahwa mereka tidak bisa hadir karena blah blah blah tapi pada kenyataannya mereka ada kok di ruangannya. Duduk dibalik mejanya. 

For your information, workshop memang di schedule kan akan berlangsung selama 3 jam.  But in fact, hanya berlangsung selama 1 jam lebih beberapa menit. Maksud gue, kalo toh mereka gak tertarik, mereka bisa kok datang sebentar untuk memenuhi undangan, berjiwa besar layaknya seorang leader, kalau memang ada kepentingan yang lebih urgent, mereka bisa izin. At least, mereka udah mengusahakan sebisa mereka untuk hadir. Begitu kan yah bagus nya? Kecuali kalau memang dihari tersebut mereka ada perjalanan dinas ke kota sebelah atau ke negara sebrang laut sana, gak perlu mereka menyempatkan buat hadir. Ntar malah ketinggalan sepawat kan berabe. Wong ini, mereka ada kok dibalik meja mereka sedang duduk ganteng. 

Pada intinya sih gue cuma mau bilang, menghargai orang lain bisa kok dengan cara-cara sepele yang sebenernya nothing to loose juga jika dilakukan. Gak rugi dikita dan gak nyakitin orang lain. 

Ngomong-ngomong soal nyakitin orang lain, gue lagi di php-in nih sama seseorang dan seseorang #cieh. They said, "coba nanti saya perjuangkan kamu". Sejak gue denger kalimat itu, sampe hari ini, ada kali sebulan berlalu. Tapi pada akhirnya sepatah katapun gak terucap. Gue sih males ngingetin lagi. Toh gue mempertanyakan ini gak cuma sekali. Tapi berkali-kali sejak 2 September 2013. Pada kenyataannya, pertanyaan gue dianggap angin lalu. Mungkin karena yang bertanya adalah anak bau kencur yang baru aja ngerasain kerja. Dianggap gak tahu apa-apa. Dianggap gak penting suaranya. Let's stop this topic. "Sakitnya tuh disini...".













Back to workshop, gue terkesima sama atasan dari atasannya atasan gue. Seorang wanita paruh baya dengan dress berwarna pink cantik, beliau menengahi pembicaraan dengan sangat anggun, tenang dan bijaksana. Cara bicaranya sangat terarah. Beliau dapat mengemukakan pendapat dengan sangat renyahnya gak kayak gue. Gue kasih dua jempol tangan gue buat beliau. Salut! Jujur, gue pengen bisa mengemukakan pendapat seperti itu. Anggun!

Hari ini pun gue belajar sesuatu.

Kadang kita gak bisa mengemukakan kebenaran dimanapun dan kapanpun sesuka kita. Kenapa? Karena terbatasi oleh etika dan etitud. Mungkin apa yang hendak kita ungkapkan adalah benar, tapi ketika disampaikan pada waktu dan tempat yang tidak sesuai, kebenarannya akan tertutup oleh kekesalan orang yang mendengarkan ucapan kita. So, Neng... belajarlah bagaimana memilih waktu dan tempat yang sesuai untukmu berbicara, dengan cara yang tepat pula. :)
  

0 comments:

Post a Comment